Senin, 05 Januari 2015

Laporan FGD Iklan dan Nasionalisme




ARTIKEL ILMIAH
FOCUSED GROUP DISCUSSION
 “NASIONALISME DAN IKLAN”




Disusun Oleh :
Ikhfan Afrido                        20130530190
Adinda Rizki Amanda           20130530231
Rayka Diah Setianingrum      20130530232
Raga Tegar Pratama              20130530197
Siti Izzatul Ummah                 20130530220
Heri Setiawan                        20130530229
Siti Meyta Lantong                 20130530193

Dosen Pembimbing
Filosa Gita Sukmono, S.Ikom., MA,.

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014




BAB I
PENDAHULUAN

        

Iklan merupakan sebuah sarana sebagai upaya menawarkan barang atau jasa kepada khalayak ramai. Iklan juga merupakan berita pesanan untuk mendorong dan membujuk orang agar tertarik pada barang atau jasa tersebut. Televise pun mengalami peningkatan dari segi kuantitatif maupun kualitatif.  Denis McQuail (1987) menyatakan bahwa media telah menjadi sumber yang dominan untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial; baik bagi individu, kelompok, maupun masyarakat secara umum. Hukum ini berlaku pula bagi iklan televisi sebagai salah satu sajian media. Di samping itu, iklan televisi pada dasarnya juga merupakan fenomena sosio kultural. . Iklan dalam masyarakat sudah menjadi sebuah informasi yang sifatnya mengajak dan mempengaruhi khalayak hingga pada titik tujuannya yaitu membeli. Iklan ditampilkan dan dibungkus dengan menarik untuk dapat menarik perhatian khalayak terhadap barang dan jasa yang diperjual belikan. Iklan adalah bagian dari media massa yang merupakan cerminan dari realitas kehidupan sosial, dalam hal ini dapat ditemukan iklan yang menggambarkan tentang rasa nasionalisme.
Banyak iklan-iklan yang melakukan pendekatan melalui gaya hidup ada pula yang menggunakan emosionalisme terhadap Indonesia sebagai pencitraannya. Sebagai contoh pada iklan Biskuat versi pelari yang diperankan oleh Ibu dan anaknya, kemudian iklan “gerakan 21 hari cuci tangan Indonesia yang diikuti oleh dua ribu anak SD” oleh Lifebuoy, kemudian iklan “Peduli Aqua”. Disini terlihat jelas bahwa para penyaji iklan melakukan pencitraan terhadap nasionalisme yang masuk kedalam iklan tersebut. Namun sayangnya nasionalisme yang ada bukan sebagai bentuk untuk mengedepankan sisi nasionalisme malahan menjadi sarana untuk mengingat produk tersebut. Iklan dalam masyarakat sudah menjadi sebuah informasi yang sifatnya mengajak dan mempengaruhi khalayak hingga pada titik tujuannya yaitu membeli. Iklan ditampilkan dan dibungkus dengan menarik untuk dapat menarik perhatian khalayak terhadap barang dan jasa yang diperjual belikan. Iklan adalah bagian dari media massa yang merupakan cerminan dari realitas kehidupan sosial, dalam hal ini dapat ditemukan iklan yang menggambarkan tentang rasa nasionalisme.

 Analisis yang dilakukan melalui analisis representasi. Representasi adalah sesuatu yang merujuk pada pesan yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi melalui kata-kata, bunyi, citra, atau kombinasinya. Melalui analisis representasi kita dapat melihat ketiga iklan tersebut: “Biskuat Pelari”, “5 tahun bisa untuk NTT”, “Peduli Aqua”, dapat dilihat melalui background yang ditampilkan, siapa saja actor dalam iklan tersebut, dan makna yang terdapat dalam ketiga iklan tersebut. Dunia kreatif pperiklanan juga sering kali dekat dengan yang namanya propaganda dalam media, sehingga perlunya tindakan dan pengambilan sikap yang tegas dalam mengkritisi semua informasi yang disampikan oleh media. Propaganda dalam media sering pula dianggap sebagai salah satu contoh manipulasi pemikiran untuk menghasilakan reaksi pembaca propaganda yang diinginkan oleh penyebarnya. Seperti yang dikatakan Jowett dan O’Donnell (2006) dalam bukunya berjudul Propaganda and Persuasion. “Propaganda adalah usaha dengan sengaja dan sistematis, untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakuan untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan penyebar propaganda.”
 Propaganda dijelaskan menurut Ellul, memegang fungsi kontrol sosial terhadap masyarakat. Propaganda dalam komunikasi one-to-many memisahkan antara komunikator dan komunikannya. Komunikator harus tahu bagaimana cara mengontrol masyarakatnya dengan menggunakan teknik-teknik propaganda. Dalam dunia politik, propaganda sangat penting diketahui bagi siapapun yang ingin menjadi pemimpin atau penguasa di negara tersebut sebagai alat kontrol sosial. (Jacques Ellul: 1973) Dalam dunia periklanan, meskipun tidak secara ”blak-blakan” ditunjukkan, beberapa iklan mengandung elemen-elemen propaganda. Seperti yang penulis katakan tadi, contoh iklan yang menggunakan elemen propaganda seperti iklan operator seluler. Iklan-iklan yang sering muncul di televisi ini sering menunjukkan betapa hebatnya produk-produk yang ditawarkan oleh operator tersebut. Namun, berbagai fasilitas yang diberikan tidak selalu didapatkan dengan mudah. Elemen propaganda tersebut sering terlihat disini. Kemudahan-kemudahan tersebut ditunjukkan dalam sebuah iklan dengan ukuran font yang besar dan eye-catching. Namun para pemirsa iklan tersebut tidak mengetahui bahwa sebenarnya kemudahan yang diberikan oleh iklan-iklan tersebut hanya bisa didapatkan dengan mengikuti syarat dan ketentuan yang berlaku





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Propaganda Nasionalisme Dalam Iklan di Media
Televisi adalah media yang paling akrab dengan manusia, benda ajaib ini sangat mudah ditemukan di setiap rumah, jangkauannya juga dapat menembus kedalam ruang yang paling pribadi sekalipun. Televisi memang mempunyai pengaruh yang besar dalam memonopoli siaran dan pola piker manusia. Seolah televisi menjadikan tayangannya sebagai propaganda dalam memberikan kesadaran palsu terhadap khalayak, begitu juga dengan iklan. Iklan yang merupakan sebuah teks karena berfungsi menyampaikan pesan kepada masyarakat, iklan dalam media juga merupakan salah satu bentuk media komunikasi yang terkena imbas dengan kemajuan teknologi. Iklan televisi yang kian kreatif, atraktif dan tentunya persuasif banyak mengandung rasisme didalamnya. Seperti itulah nasionalisem dibungkus dalam iklan dengan kekuatan untuk dapat memotivasi dan membagun jiwa patrioristik begi para khalayak yang menontonnya. Seolah setiap perusahaan berlomba lomba membangun image nasionalis tentang produk yang dikomersilkan sehingga akan dapat lekat disetiap benak para khalayak.
Setelah melaksanakan kegiatan FGD, kami mendapatkan banyak sekali  pengertian nasionalisme yang berbeda beda disetiap para peserta FGD, sebab pehaman seseorang tehadap  arti dari nasionalisme itu sendiri dipengaruhi oleh pengalaman dan pembelajaran mereka selamaa ini. karena sesungguhnya tingkat nasionalisme yang ada pada diri seseorang memiliki level yang berbeda-beda hal ini lah yang menjadi sebuah tombak bagi setiap khalayak yang memahami arti dari nasionalisme pada diri mereka masing-masing. dengan dilaksanakannya kegiatan FGD ini bertujuan membuka pemikiran peserta terhadap iklan dalam media sehingga para peserta dapat mengkritisi tayangan ataupun iklan yang dapat menghegemoni para khalayak, literasi ini dilakukan untuk dapat menciptakan sebuah pembangunan baru pada diri setiap peserta agar melek terhadap media agar dapat memilah-milah sisi postif dan negative dari suatu acara. Khalayak yang menjadi sebuah target media seharusnya dapat menyaring berbagai macam informasi untuk menhindari sisi negative dari sebuah informasi yang nantinya akan dapat merugikan para konsumen media dalam menerima informasi. Kegiatan FGD yang berlangsung selama 1 jam ini memberikan banyak kesadaran tentang pehaman para pesrta terhadap tayangan dimedia serta bagaimana media menjadikan nasionalisme sebagai sebuah bingkai dalam meraup keuntungan. Neolibralisme merupakan paham yang megedewakan materi diatas segalanya begitulah yang terjadi dalam iklan sekarang. Nasionalisme yang awalnya merupakan kekuatan untuk membagun bangsa kearah yang lebih baik, namun media menjadikannya sebagai sebuah bingkai dalam mengkomersilkan produknya demi keuntungan semata.  Hal ini lah yang mebuat nilai dari nasionalisme terpinggirkan.
Iming-iming ingin membangun image produknya namun merusak pemahaman public terhadap  arti dari nasionalisme sesungguhnya. Fenomena yang terjadi dalam media yang terkait dengan iklan nasionalisme menjadi sebuah isu yang patut di uiraikan kembali dalam kegiatan FGD yang telah kami laksanakan pada hari minggu tanggal 5 januari 2015 di kediaman salah satu peserta FGD yang beralamatkan di jalan ringroad selatan bantul yogyakarta. Kegiatan FGD yang dilaksankan dengan tertib dan berjalan dengan lancar memberikan isu isu dan konflik yang ada pada tema iklan dan nasionalisme ini diangkat kembali dengan memberikan berbagai macam contoh dari iklan yang mengandung nilai nasionalisme, sehingga dari hal itu kami dapat menemukan opini-opini dari masing-masing peserta dalam memahami arti dari nasionalisme dalam iklan yang telah kami tempilkan sebelumnya.
 Salah satu contoh iklan nasionalisme yaitu iklan AQUA yang bertemakan masyarakat NTT. Iklan yang tersebut merupakan program CSR dalam membantu warga Timor tengah selatan (NTT) untuk air bersih dengan membeli 1 liter Aqua = 10 Liter air bersih yang dapat membantu masyarakat NTT yang kekurangan air bersih di wilayahnya. Dalam iklan tersebut terdapat bagian menarik tentang  pembicaraan penduduk sana dengan menggunakan bahasa daerahnya “Sekarang sumber air sudekat Beta sonde terlambat lagi” Begitulah sepenggal kalimat yang meluncur dari mulut seorang anak laki laki berkulit hitam manis di Papua.
Iklan milik Danone Aqua ini kita jumpai pada tahun 2009, sebagai bukti pelaporan kepada masyarakat bahwa Aqua telah melakukan suatu bentuk program kepeduliannya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar (NTT). Iklan tersebut merupakan perwujudan tentang semangat mereka dalam membantu sesama dengan membangun kepedulian masyarakat dalam membeli I liter Aqua dapat mengirimkan bantuan mereka terhadap warga NTT. Sikap nasionalisme seperti itu dapat menjadi nilai bagi para khalayak untuk mulai peduli tentang kehidupan sesama manusia khususnya dalam memenuhi kebutuhan para warga NTT yang sedang sulit mengakses air bersih. Namun realitanya setelah kami melaksankan FGD kebanyakan para peserta menganggap nilai nasionalisme dalam iklan tersebut tidak mempunyai
pengaruh dalam diri mereka masing-masing karena ketika iklan tersebut ditayangkan yang diingat bkanlah nilai nasionalismenya tetapi produk dari iklan tersebut. 


 Gb 1, Cuplikan iklan Aqua

Hal ini menjadikan nasionalisme sebagai propaganda bagi public untuk dapat mempenagruhi konsumen agar masyarakat dengan mudah menerima produk tesebut. Seperti yang kita ketahui bahwasannya persaingan yang terjadi dalam industry pasar ini begitu ketat sehingga memaksa para pembuat iklan harus sekreatif mungkin untuk dapat memasarkan produk mereka ditengah-tengah kehidupan masyarakat, dan AQUA adalah salah satu produk unilever yang berhasil membangun citra dan telah menjadi branding dikehidupan sosial masyarakat. berbicara tentang iklan maka akan erat kaitannya dengan paham neolibralisme, kebayankan para industri menganggap hal ini menjadi sebuah peluang bagi mereka untuk membangun citra produk mereka dengan memasukan unsur nilai nasionalisme kedalam iklan tersebut. AQUA adalah salah satu iklan yang mengajak masyarakat untuk ikut berkontribusi terhadap masalah yang sedang dihadapi masyarkat NTT  tentang sulitnya mendapatkan air bersih, untuk dapat berkontribusi dengan membantu masyarakat NTT cukup dengan membeli 1 liter aqua akan membantu masyarakat NTT mendapatkan 10 liter air bersih, dari hal ini sangat mengacuh kepada komersialisasi produk tersebut. Nilai nasionalisme dalam iklan tersebut seolah begitu peduli tentang kehidupan masyarakat NTT namun dibalik nilai nasionalisme tersebut masih tetap menyelipkan unsur komersial demi keuntungan yang akan didapatkan.
Dari kegitan FGD yang telah kami laksankan kami memberikan tiga contoh iklan yang mengandung nilai nasionalisme diantaranya yaitu iklan aqua versi “sumber air sudah dekat” di papua, iklan biskuat versi “anak dan ibu pelari” dan terakhir iklan lifebuoy versi “5 tahun bisa untuk NTT” rata-rata para peserta memilih iklan aqua dan lifebuoy yang mengandung unsur nasionalisme paling tinggi. Begitu juga dengan salah satu pedapat peserta FGD “ saya memilih AQUA karena tergantung dengan kondisi masyarakat saat ini, saya rasa masyarakat saat ini lebih membutuhkan action dibanding hanya sekedar motivasi diri sendiri seperti yang ada dalam iklan biskuat, dalam iklan aqua ini mereka lebih mengajak masyarakat untuk lebih peduli akan sesama” kata Tatiana dari salah satu peserta FGD.  Dari kelima peserta FGD ini 1 diantara mereka yang memilih biskuat sebagai iklan yang mengandung unsur nasionalisme paling tinggi “saya rasa iklan biskuat sudak cukup mewakili nilai nasionalisme karena bentuk motivasi yang disampaikankannya melalui semangat untuk menang dan menjadi juara merupakan bentuk nasionalisme yang sesungguhnya dalam mengejar cita-cita” kata salah satu peserta  FGD yang bernama ayunda.
Dari ketiga iklan yang kami tampilkan terdapat dua iklan yang memiliki kesamaan membungkus nasionalisme sebagai aksi mereka membangun masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan CSR yang mereka lakukan, iklan tersebut ialah iklan AQUA dan iklan Lifebuoy yang memeliki unsur nasionalisme yang sama dalam membentuk aksi masyarakat dengan mengarahkan masayarakat untuk lebih peduli dengan masalah yang dihadapi oleh masyarakat NTT  walau dengan bentuk produk yang berbeda tetapi mereka memiliki tujuan yang sama yaitu membantu daerah daerah yang tertinggal seperti NTT. Iklan lain yang mengandung unsur nasionalisme yaitu ada pada iklan biskuat versi “anak dan ibu pelari” iklan tersebut mempunyai daya tarik sendiri tentang semangat seorang anak dalam menggapai keinginannya untuk menjadi pelari yang professional seperti ibunya dalam iklan tersebut awalnya Si Anak kalah dari Sang Ibu.
  


 Gb 2, Cuplikan iklan Biskuat versi pelari

Tapi, dengan semangat dan usahanya yang keras, akhirnya Si Anak bisa menang dari Sang Ibu. Dan terlihat bahwa Sang Ibu sangat puas setelah Si Anak mampu mengalahkan dirinya. Biskuat berusaha menunjukan taktik yang beda dengan merebut pangsa pasar dengan menampilkan iklan yang beredukasi bagi para khalayak. Semua adegan yang ada dalam tayangan tersebut merupakan perwujudan dari biskuat sebagai biskuit yang penuh gizi untuk konsumen. Iklan biskuat ini juga membungkus Nasionalisme dengan lebih mendidik, memotivasi penonton dalam membangun semagat yang tinggi demi mengejar cita-cita yang diimpikan. Mulai dari semangat seorang anak yang bangkit dan berusaha mengalahkan ibunya dalam berlari dan semangat seorang ibu yang membangkitka semangat anaknya untuk tetap berlari lebih kencang semua itu adalah contoh dari semangat patrioristik seorang anak dan ibu yang di salurkan melalui iklan biskui tersebut. Propaganda yang terjadi dalam iklan ini menciptakan nasionalisme yang berbeda ketika kita membahas nasionalisme dalam iklan AQUA. Kita tanpa sadar telah diperdaya oleh keberadaan iklan televisi untuk masuk dalam jebakannya, melalui rangkaian gambar yang menarik hingga pada akhirnya nanti kita terprovokasi olehnya dan rela merogoh kantong, hanya untuk mengikuti tawaran melalui citraan gambar yang fantastik itu.
Derasnya intensitas Iklan televisi yang dilancarkan melalui media layar kaca itu, telah sedikit banyak mempengaruhi para pemirsa untuk mengikuti jejak dari illustarsi yang telah mengopsesi para pemirsa lewat citraan produknya itu, demi mendapatkan tuntutan ”gaya hidup” yang notabene bagian penting dari kehidupan masyarakat modern. Dewasa ini fenomena gaya hidup masyarakat modern dengan keragaman kompleksitas problema yang ada, telah terserap oleh sebagian besar masyarakat, hal ini dapat terjadi tidak lain dan tidak bukan dari pengaruh tayangan televisi yang dilihatnya. Gejala ini dalam perkembangannya, begitu pesat masuk dalam relung-relung kehidupan dari semua lapisan masyarakat, keberadaannya tumbuh subur di masyarakat perkotaan bahkan hingga kini telah mengepedemi sampai tingkat pedesaan, menyerang siapa saja yang menjadi targetnya, tak peduli anak-anak, kaum remaja bahkan orang tuapun terseret dan telah menjadi mangsa dari proses modernisasi gaya hidup. Seperti hal itu lah iklan yang kami tampilkan dalam kegiatan FGD ini menghegemoni khalayaknya.
Iklan yang mengandung nasionalisme selanjutnya yaitu ada dalam iklan lifebuoy versi “5 tahun untuk NTT”, produk yang bernaungan sama dengan aqua dari industry unilever ini juga memiliki maksud dan tujuan yang hamper sama dengan AQUA yaitu sama-sama mengundang masyarakat untuk ikut berkontribusi dalam membangun semangat nasionalisme dengan membantu sesama. Iklan yang berdurasi 2 menit 8 detik ini bercerita tentang desa  Bitobe, desa yang sering dikenal dengan sebutan desa di atas awan bercerita tentang sulitnya mengakses air bersih di daerah tersebut, yang mana kebersihan masyarakat disana tidak terjaga begitu baik sehingga masyarakat dan anak anak di NTT mudah jatuh sakit da 1 dari 4 kematian itu disebabkan karena terinfeksi penyakit diare. Seperti halnya yang terjadi pada iklan ini, disini penyaji ingin memperlihatkan bentuk kepeduliannya terhadap anak-anak bangsa Indonesia agar peduli terhadap kesehatan tubuh. Dengan melakukan gerakan cuci tangan peduli lifebuoy yang datang ke seluruh daerah. Hal ini memperlihatkan bahwa lifebuoy melakukan sesuatu bentuk kepeduliannya terhadap anak bangsa. Namun hal ini juga berakibat sama saja seperti apa yang ditayangkan iklan aqua, bahwa bumbu-bumbu nasionalisme yang terkandung dalam iklan tersebut tidak hanya sebuah pencitraan untuk mengingat isi dari dalam iklan tersebut. Dan tentunya masyarakat akan mengingat apa produk yang ditampilkan.
Iklan bukan lagi hanya sekedar menjadi cermin masyarakat, akan tetapi justru sebaliknya masyarakat adalah sebagai cermin iklan. Iklan merupakan pengkonstruksi realitas yang diciptakan berdasarkan suatu ideology tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan iklan memiliki suatu bentuk “kekuasaan” dalam sebuah komunitas masyarakat. Iklan berperan besar dalam menentukan trend dan mode bahkan membentuk kesadaran serta konstruksi berpikir manusia modern (Channey,1996).



Gb 3, Cuplikan iklan Lifebouy
Iklan dari kegiatan SCR ini juga banyak mengundang sisi negatif dari masyarakat, mereka menjadi persitiwa kontroversial manakala modus kapitalisasi krisis kemanusiaan digunakan dan bercampur baur dengan motif pendidikan publik serta kepentinga komersial. Yang pasti, ini adalah hak mutlak pembuat iklan CSR.  Kritik atas pendekatan iklan ini biasanya berlatar ketidak-puasan atas praktek "image-laundry" - yakni sebuah upaya membangun citra positif, populist (pro-kemiskinan) serta kadar pendidikan publik tertentu dengan tujuan komersial yang sah dan dapat dipaham. lklan bergaya CSR, dipandang hanya mengeksploitasi kemiskinan maupun keburukan NTT untuk dijadikan komoditi bisnis. Iklan Lifebuoy, dinilai melecehkan martabat NTT di mana dalam iklan tersebut mengambil daerah botabe namun dalam taglinenya iklan tersebut menyebutkan NTT bukan botabe sehingga memunculkan kontroversi dari masyarakat NTT yang merasa tersinggung dari kata-kata tagline dalam iklan tersebut.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Meskipun iklan ini disebut sebagai kampanye nasionalisme yang merupakan bentuk CSR (Corporate Social Responsibility) dari masing-masing perusahaan,  iklan ini tidak sekadar memberi kontribusi kepada masyarakat, melainkan juga menguntungkan perusahaan itu sendiri. Salah satunya adalah citra positif sebagai perusahaan yang nasionalis. Sikap nasionalis yang timbul dalam iklan malah menjadikan perusahaan tersebut lebih terkenal di khalayak. Dengan eksistensi iklan televisi yang semakin banyak, kualitas iklan televisi mengalami banyak sekali perkembangan iklan yang makin kreatif. Tayangan iklan yang muncul dan bisa menjadi hiburan menjadikan makin tersendiri. Salah satunya adalah tema nasionalisme. Perusahaan dalam memasang iklan perlu mengetahui jenis acara yang paling sering ditonton dan durasi iklan yang baik. Supaya biaya yang dikeluarkan lebih efisien dan dapat menjangkau target pasar yang luas. Nasionalisme dalam media menjadi sebuah bingkai iklan yang memberikan pemahaman berbeda-beda dalam setiap iklan yang disajikan. Iklan dan nasionalisme diera globalisasi ini merupakan bentuk baru yang dikembangkan kembali dalam ide ide kreatif demi kepentingan perusahaan semata.
Apa lagi mayoritas masyarakat Indonesia tergolong kedalan jenis penonton dominant hegemonic yaitu penonton yang tidak mempunyai kesadaran bahwa ia sedang dipengaruhi oleh media. Sehingga dari hal ini lah muncul sebuah pembangunan baru tentang bagaimana mengkritisi informasi dari media karena tidak semua media memberikan informasi yang positif kadang kala media memberikan dampak negative bagi para penonton. Apabila itu dibiarkan maka yang terjadi hancurnya moral dari generasi bangsa yang telah terhegemoni oleh media. Namun hal itu bisa dihindari apabila khalayak pintar memilah-milah informasi dari media agar terhindari dari hal-hal yang nantinya akan memberikan kerugian bagi para penontonnya. Iklan dan nasionalisme juga sering kali dibingkai begitu kreatif seolah menciptakan sebuah pemahaman baru bahwa arti dari nasionalisme  ialah seperti yang diiklan dalam televisi. Tidak jarang juga nasionalisme dalam iklan-iklan produk ditelevisi terdapat kontra karena dianggap modus kapitalisi kirisis kemanusiaan digunakan dan bercampur baur dengan motif pendidikan public serta kepentingan komersial.



DAFTAR PUSTAKA

Sastropoetra, Santoso. 1983. PROPAGANDA Salah Satu Bentuk Komunikasi Massa.
Bandung. Penerbit Alumni.
Mulyana, Deddy. 1999. Nuansa-Nuansa Komunikasi. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Nurudin. 2001. Komunikasi Propaganda. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Gita Sukmono, Filosa. Junaedi, Fajar. 2014. Komunikasi Multikultur. Yogyakarta. Buku Litera Yogyakarta.
Widjaja. 1998. Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT RINEKA CIPTA.

1 komentar:

  1. Saya setuju. Memang seharusnya iklan nasionalisme tidak hanya menekankan daerah bagian timur indonesia saja tapi juga mengeksplore seluruh indonesia

    BalasHapus

Laman

Statistik

Kelompok 4 | Dasar Periklanan | Ilmu Komunikasi UMY 2013. Diberdayakan oleh Blogger.