Laporan FGD Iklan dan Nasionalisme
ARTIKEL ILMIAH
FOCUSED GROUP DISCUSSION
“NASIONALISME
DAN IKLAN”
Disusun Oleh :
Ikhfan
Afrido 20130530190
Adinda
Rizki Amanda 20130530231
Rayka
Diah Setianingrum 20130530232
Raga
Tegar Pratama 20130530197
Siti
Izzatul Ummah 20130530220
Heri
Setiawan 20130530229
Siti
Meyta Lantong 20130530193
Dosen
Pembimbing
Filosa
Gita Sukmono,
S.Ikom., MA,.
PROGRAM STUDI
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU
SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Iklan merupakan sebuah
sarana sebagai upaya menawarkan barang atau jasa kepada khalayak ramai. Iklan
juga merupakan berita pesanan untuk mendorong dan membujuk orang agar tertarik
pada barang atau jasa tersebut. Televise pun mengalami
peningkatan dari segi kuantitatif maupun kualitatif. Denis McQuail (1987) menyatakan bahwa media telah menjadi
sumber yang dominan untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial; baik
bagi individu, kelompok, maupun masyarakat secara umum. Hukum ini berlaku pula
bagi iklan televisi sebagai salah satu sajian media. Di samping itu, iklan
televisi pada dasarnya juga merupakan fenomena sosio kultural. . Iklan
dalam masyarakat sudah menjadi sebuah informasi yang sifatnya mengajak dan
mempengaruhi khalayak hingga pada titik tujuannya yaitu membeli. Iklan
ditampilkan dan dibungkus dengan menarik untuk dapat menarik perhatian khalayak
terhadap barang dan jasa yang diperjual belikan. Iklan adalah bagian dari media
massa yang merupakan cerminan dari realitas kehidupan sosial, dalam hal ini
dapat ditemukan iklan yang menggambarkan tentang rasa nasionalisme.
Banyak
iklan-iklan yang melakukan pendekatan melalui gaya hidup ada pula yang
menggunakan emosionalisme terhadap Indonesia sebagai pencitraannya. Sebagai
contoh pada iklan Biskuat versi pelari
yang diperankan oleh Ibu dan anaknya, kemudian iklan “gerakan 21 hari cuci
tangan Indonesia yang diikuti oleh dua ribu anak SD” oleh Lifebuoy, kemudian iklan “Peduli Aqua”. Disini terlihat jelas bahwa
para penyaji iklan melakukan pencitraan terhadap nasionalisme yang masuk kedalam
iklan tersebut. Namun sayangnya nasionalisme yang ada bukan sebagai bentuk
untuk mengedepankan sisi nasionalisme malahan menjadi sarana untuk mengingat
produk tersebut. Iklan dalam masyarakat sudah menjadi sebuah
informasi yang sifatnya mengajak dan mempengaruhi khalayak hingga pada titik
tujuannya yaitu membeli. Iklan ditampilkan dan dibungkus dengan menarik untuk
dapat menarik perhatian khalayak terhadap barang dan jasa yang diperjual
belikan. Iklan adalah bagian dari media massa yang merupakan cerminan dari
realitas kehidupan sosial, dalam hal ini dapat ditemukan iklan yang menggambarkan
tentang rasa nasionalisme.
Analisis
yang dilakukan melalui analisis representasi. Representasi adalah sesuatu yang
merujuk pada pesan yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi melalui
kata-kata, bunyi, citra, atau kombinasinya. Melalui analisis representasi kita
dapat melihat ketiga iklan tersebut: “Biskuat Pelari”, “5 tahun bisa untuk NTT”,
“Peduli Aqua”, dapat dilihat melalui background yang ditampilkan, siapa saja
actor dalam iklan tersebut, dan makna yang terdapat dalam ketiga iklan tersebut.
Dunia kreatif pperiklanan juga sering kali dekat dengan yang namanya propaganda
dalam media, sehingga perlunya tindakan dan pengambilan sikap yang tegas dalam
mengkritisi semua informasi yang disampikan oleh media. Propaganda dalam media sering
pula dianggap sebagai salah satu contoh manipulasi pemikiran untuk
menghasilakan reaksi pembaca propaganda yang diinginkan oleh penyebarnya.
Seperti yang dikatakan Jowett dan O’Donnell (2006) dalam bukunya berjudul Propaganda
and Persuasion. “Propaganda adalah usaha dengan sengaja dan sistematis,
untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakuan untuk
mendapatkan reaksi yang diinginkan penyebar propaganda.”
Propaganda
dijelaskan menurut Ellul, memegang fungsi kontrol sosial terhadap masyarakat.
Propaganda dalam komunikasi one-to-many memisahkan antara komunikator dan
komunikannya. Komunikator harus tahu bagaimana cara mengontrol masyarakatnya
dengan menggunakan teknik-teknik propaganda. Dalam dunia politik, propaganda
sangat penting diketahui bagi siapapun yang ingin menjadi pemimpin atau
penguasa di negara tersebut sebagai alat kontrol sosial. (Jacques Ellul:
1973) Dalam dunia periklanan, meskipun tidak secara ”blak-blakan” ditunjukkan,
beberapa iklan mengandung elemen-elemen propaganda. Seperti yang penulis
katakan tadi, contoh iklan yang menggunakan elemen propaganda seperti iklan
operator seluler. Iklan-iklan yang sering muncul di televisi ini sering menunjukkan
betapa hebatnya produk-produk yang ditawarkan oleh operator tersebut. Namun,
berbagai fasilitas yang diberikan tidak selalu didapatkan dengan mudah. Elemen
propaganda tersebut sering terlihat disini. Kemudahan-kemudahan tersebut
ditunjukkan dalam sebuah iklan dengan ukuran font yang besar dan eye-catching.
Namun para pemirsa iklan tersebut tidak mengetahui bahwa sebenarnya kemudahan
yang diberikan oleh iklan-iklan tersebut hanya bisa didapatkan dengan mengikuti
syarat dan ketentuan yang berlaku
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Propaganda
Nasionalisme Dalam Iklan di Media
Televisi
adalah media yang paling akrab dengan manusia, benda ajaib ini sangat mudah
ditemukan di setiap rumah, jangkauannya juga dapat menembus kedalam ruang yang
paling pribadi sekalipun. Televisi memang mempunyai pengaruh yang besar dalam
memonopoli siaran dan pola piker manusia. Seolah televisi menjadikan
tayangannya sebagai propaganda dalam memberikan kesadaran palsu terhadap
khalayak, begitu juga dengan iklan. Iklan yang merupakan sebuah teks karena
berfungsi menyampaikan pesan kepada masyarakat, iklan dalam media juga merupakan
salah satu bentuk media komunikasi yang terkena imbas dengan kemajuan teknologi.
Iklan televisi yang kian kreatif, atraktif dan tentunya persuasif banyak
mengandung rasisme didalamnya. Seperti itulah nasionalisem dibungkus dalam
iklan dengan kekuatan untuk dapat memotivasi dan membagun jiwa patrioristik
begi para khalayak yang menontonnya. Seolah setiap perusahaan berlomba lomba
membangun image nasionalis tentang produk yang dikomersilkan sehingga akan
dapat lekat disetiap benak para khalayak.
Setelah
melaksanakan kegiatan FGD, kami mendapatkan banyak sekali pengertian nasionalisme yang berbeda beda
disetiap para peserta FGD, sebab pehaman seseorang tehadap arti dari nasionalisme itu sendiri
dipengaruhi oleh pengalaman dan pembelajaran mereka selamaa ini. karena
sesungguhnya tingkat nasionalisme yang ada pada diri seseorang memiliki level
yang berbeda-beda hal ini lah yang menjadi sebuah tombak bagi setiap khalayak
yang memahami arti dari nasionalisme pada diri mereka masing-masing. dengan
dilaksanakannya kegiatan FGD ini bertujuan membuka pemikiran peserta terhadap
iklan dalam media sehingga para peserta dapat mengkritisi tayangan ataupun
iklan yang dapat menghegemoni para khalayak, literasi ini dilakukan untuk dapat
menciptakan sebuah pembangunan baru pada diri setiap peserta agar melek terhadap media agar dapat
memilah-milah sisi postif dan negative dari suatu acara. Khalayak yang menjadi
sebuah target media seharusnya dapat menyaring berbagai macam informasi untuk
menhindari sisi negative dari sebuah informasi yang nantinya akan dapat merugikan
para konsumen media dalam menerima informasi. Kegiatan FGD yang berlangsung
selama 1 jam ini memberikan banyak kesadaran tentang pehaman para pesrta
terhadap tayangan dimedia serta bagaimana media menjadikan nasionalisme sebagai
sebuah bingkai dalam meraup keuntungan. Neolibralisme merupakan paham yang
megedewakan materi diatas segalanya begitulah yang terjadi dalam iklan
sekarang. Nasionalisme yang awalnya merupakan kekuatan untuk membagun bangsa
kearah yang lebih baik, namun media menjadikannya sebagai sebuah bingkai dalam
mengkomersilkan produknya demi keuntungan semata. Hal ini lah yang mebuat nilai dari
nasionalisme terpinggirkan.
Iming-iming
ingin membangun image produknya namun merusak pemahaman public terhadap arti dari nasionalisme sesungguhnya. Fenomena
yang terjadi dalam media yang terkait dengan iklan nasionalisme menjadi sebuah
isu yang patut di uiraikan kembali dalam kegiatan FGD yang telah kami
laksanakan pada hari minggu tanggal 5 januari 2015 di kediaman salah satu
peserta FGD yang beralamatkan di jalan ringroad selatan bantul yogyakarta.
Kegiatan FGD yang dilaksankan dengan tertib dan berjalan dengan lancar
memberikan isu isu dan konflik yang ada pada tema iklan dan nasionalisme ini
diangkat kembali dengan memberikan berbagai macam contoh dari iklan yang
mengandung nilai nasionalisme, sehingga dari hal itu kami dapat menemukan
opini-opini dari masing-masing peserta dalam memahami arti dari nasionalisme dalam
iklan yang telah kami tempilkan sebelumnya.
Salah satu contoh iklan nasionalisme yaitu
iklan AQUA yang bertemakan masyarakat NTT. Iklan yang
tersebut merupakan program CSR dalam membantu warga Timor tengah selatan
(NTT) untuk air bersih dengan membeli 1 liter Aqua = 10 Liter air bersih yang
dapat membantu masyarakat NTT yang kekurangan air bersih di wilayahnya. Dalam
iklan tersebut terdapat bagian menarik tentang
pembicaraan penduduk sana dengan menggunakan bahasa daerahnya “Sekarang
sumber air sudekat Beta sonde terlambat lagi” Begitulah sepenggal kalimat yang
meluncur dari mulut seorang anak laki laki berkulit hitam manis di Papua.
Iklan
milik Danone Aqua ini kita jumpai pada tahun 2009, sebagai bukti pelaporan
kepada masyarakat bahwa Aqua telah melakukan suatu bentuk program kepeduliannya
terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar (NTT). Iklan tersebut merupakan
perwujudan tentang semangat mereka dalam membantu sesama dengan membangun
kepedulian masyarakat dalam membeli I liter Aqua dapat mengirimkan bantuan
mereka terhadap warga NTT. Sikap nasionalisme seperti itu dapat menjadi nilai
bagi para khalayak untuk mulai peduli tentang kehidupan sesama manusia
khususnya dalam memenuhi kebutuhan para warga NTT yang sedang sulit mengakses
air bersih. Namun realitanya setelah kami melaksankan FGD kebanyakan para
peserta menganggap nilai nasionalisme dalam iklan tersebut tidak mempunyai
pengaruh dalam diri mereka masing-masing karena ketika iklan tersebut ditayangkan yang diingat bkanlah nilai nasionalismenya tetapi produk dari iklan tersebut.
pengaruh dalam diri mereka masing-masing karena ketika iklan tersebut ditayangkan yang diingat bkanlah nilai nasionalismenya tetapi produk dari iklan tersebut.
Gb 1, Cuplikan
iklan Aqua
Hal
ini menjadikan nasionalisme sebagai propaganda bagi public untuk dapat
mempenagruhi konsumen agar masyarakat dengan mudah menerima produk tesebut.
Seperti yang kita ketahui bahwasannya persaingan yang terjadi dalam industry
pasar ini begitu ketat sehingga memaksa para pembuat iklan harus sekreatif
mungkin untuk dapat memasarkan produk mereka ditengah-tengah kehidupan
masyarakat, dan AQUA adalah salah satu produk unilever yang berhasil membangun
citra dan telah menjadi branding dikehidupan sosial masyarakat. berbicara
tentang iklan maka akan erat kaitannya dengan paham neolibralisme, kebayankan
para industri menganggap hal ini menjadi sebuah peluang bagi mereka untuk
membangun citra produk mereka dengan memasukan unsur nilai nasionalisme kedalam
iklan tersebut. AQUA adalah salah satu iklan yang mengajak masyarakat untuk
ikut berkontribusi terhadap masalah yang sedang dihadapi masyarkat NTT tentang sulitnya mendapatkan air bersih, untuk
dapat berkontribusi dengan membantu masyarakat NTT cukup dengan membeli 1 liter
aqua akan membantu masyarakat NTT mendapatkan 10 liter air bersih, dari hal ini
sangat mengacuh kepada komersialisasi produk tersebut. Nilai nasionalisme dalam
iklan tersebut seolah begitu peduli tentang kehidupan masyarakat NTT namun
dibalik nilai nasionalisme tersebut masih tetap menyelipkan unsur komersial
demi keuntungan yang akan didapatkan.
Dari
kegitan FGD yang telah kami laksankan kami memberikan tiga contoh iklan yang
mengandung nilai nasionalisme diantaranya yaitu iklan aqua versi “sumber air
sudah dekat” di papua, iklan biskuat versi “anak dan ibu pelari” dan terakhir
iklan lifebuoy versi “5 tahun bisa untuk NTT” rata-rata para peserta memilih
iklan aqua dan lifebuoy yang mengandung unsur nasionalisme paling tinggi. Begitu
juga dengan salah satu pedapat peserta FGD “ saya memilih AQUA karena
tergantung dengan kondisi masyarakat saat ini, saya rasa masyarakat saat ini
lebih membutuhkan action dibanding
hanya sekedar motivasi diri sendiri seperti yang ada dalam iklan biskuat, dalam
iklan aqua ini mereka lebih mengajak masyarakat untuk lebih peduli akan sesama”
kata Tatiana dari salah satu peserta FGD. Dari kelima peserta FGD ini 1 diantara mereka
yang memilih biskuat sebagai iklan yang mengandung unsur nasionalisme paling
tinggi “saya rasa iklan biskuat sudak cukup mewakili nilai nasionalisme karena
bentuk motivasi yang disampaikankannya melalui semangat untuk menang dan
menjadi juara merupakan bentuk nasionalisme yang sesungguhnya dalam mengejar
cita-cita” kata salah satu peserta FGD
yang bernama ayunda.
Dari
ketiga iklan yang kami tampilkan terdapat dua iklan yang memiliki kesamaan
membungkus nasionalisme sebagai aksi mereka membangun masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam kegiatan CSR yang mereka lakukan, iklan tersebut ialah
iklan AQUA dan iklan Lifebuoy yang memeliki unsur nasionalisme yang sama dalam
membentuk aksi masyarakat dengan mengarahkan masayarakat untuk lebih peduli
dengan masalah yang dihadapi oleh masyarakat NTT walau dengan bentuk produk yang berbeda
tetapi mereka memiliki tujuan yang sama yaitu membantu daerah daerah yang
tertinggal seperti NTT. Iklan lain yang mengandung unsur nasionalisme yaitu ada
pada iklan biskuat versi “anak dan ibu pelari” iklan tersebut mempunyai daya
tarik sendiri tentang semangat seorang anak dalam menggapai keinginannya untuk
menjadi pelari yang professional seperti ibunya dalam iklan tersebut awalnya Si Anak kalah dari Sang Ibu.
Gb 2, Cuplikan
iklan Biskuat versi pelari
Tapi, dengan semangat dan usahanya yang keras, akhirnya Si Anak
bisa menang dari Sang Ibu. Dan terlihat bahwa Sang Ibu sangat puas setelah Si
Anak mampu mengalahkan dirinya. Biskuat berusaha menunjukan taktik yang beda
dengan merebut pangsa pasar dengan menampilkan iklan yang beredukasi bagi para
khalayak. Semua adegan yang ada dalam tayangan tersebut merupakan perwujudan
dari biskuat sebagai biskuit yang penuh gizi untuk konsumen. Iklan biskuat ini
juga membungkus Nasionalisme dengan lebih mendidik, memotivasi penonton dalam
membangun semagat yang tinggi demi mengejar cita-cita yang diimpikan. Mulai
dari semangat seorang anak yang bangkit dan berusaha mengalahkan ibunya dalam
berlari dan semangat seorang ibu yang membangkitka semangat anaknya untuk tetap
berlari lebih kencang semua itu adalah contoh dari semangat patrioristik
seorang anak dan ibu yang di salurkan melalui iklan biskui tersebut. Propaganda
yang terjadi dalam iklan ini menciptakan
nasionalisme yang berbeda ketika kita membahas nasionalisme dalam iklan AQUA. Kita
tanpa sadar telah diperdaya oleh keberadaan iklan televisi untuk masuk dalam
jebakannya, melalui rangkaian gambar yang menarik hingga pada akhirnya nanti
kita terprovokasi olehnya dan rela merogoh kantong, hanya untuk mengikuti
tawaran melalui citraan gambar yang fantastik itu.
Derasnya
intensitas Iklan televisi yang dilancarkan melalui media layar kaca itu, telah
sedikit banyak mempengaruhi para pemirsa untuk mengikuti jejak dari illustarsi
yang telah mengopsesi para pemirsa lewat citraan produknya itu, demi
mendapatkan tuntutan ”gaya hidup” yang notabene bagian penting dari kehidupan
masyarakat modern. Dewasa ini fenomena gaya hidup masyarakat modern dengan
keragaman kompleksitas problema yang ada, telah terserap oleh sebagian besar
masyarakat, hal ini dapat terjadi tidak lain dan tidak bukan dari pengaruh
tayangan televisi yang dilihatnya. Gejala ini dalam perkembangannya, begitu
pesat masuk dalam relung-relung kehidupan dari semua lapisan masyarakat,
keberadaannya tumbuh subur di masyarakat perkotaan bahkan hingga kini telah
mengepedemi sampai tingkat pedesaan, menyerang siapa saja yang menjadi
targetnya, tak peduli anak-anak, kaum remaja bahkan orang tuapun terseret dan
telah menjadi mangsa dari proses modernisasi gaya hidup. Seperti hal itu lah
iklan yang kami tampilkan dalam kegiatan FGD ini menghegemoni khalayaknya.
Iklan
yang mengandung nasionalisme selanjutnya yaitu ada dalam iklan lifebuoy versi
“5 tahun untuk NTT”, produk yang bernaungan sama dengan aqua dari industry
unilever ini juga memiliki maksud dan tujuan yang hamper sama dengan AQUA yaitu
sama-sama mengundang masyarakat untuk ikut berkontribusi dalam membangun
semangat nasionalisme dengan membantu sesama. Iklan yang berdurasi 2 menit 8
detik ini bercerita tentang desa Bitobe,
desa yang sering dikenal dengan sebutan desa di atas awan bercerita tentang sulitnya
mengakses air bersih di daerah tersebut, yang mana kebersihan masyarakat disana
tidak terjaga begitu baik sehingga masyarakat dan anak anak di NTT mudah jatuh
sakit da 1 dari 4 kematian itu disebabkan karena terinfeksi penyakit diare. Seperti
halnya yang terjadi pada iklan ini, disini penyaji ingin memperlihatkan bentuk
kepeduliannya terhadap anak-anak bangsa Indonesia agar peduli terhadap
kesehatan tubuh. Dengan melakukan gerakan cuci tangan peduli lifebuoy yang
datang ke seluruh daerah. Hal ini memperlihatkan bahwa lifebuoy melakukan
sesuatu bentuk kepeduliannya terhadap anak bangsa. Namun hal ini juga berakibat
sama saja seperti apa yang ditayangkan iklan aqua, bahwa bumbu-bumbu
nasionalisme yang terkandung dalam iklan tersebut tidak hanya sebuah pencitraan
untuk mengingat isi dari dalam iklan tersebut. Dan tentunya masyarakat akan
mengingat apa produk yang ditampilkan.
Iklan bukan lagi hanya sekedar menjadi
cermin masyarakat, akan tetapi justru sebaliknya masyarakat adalah sebagai
cermin iklan. Iklan merupakan pengkonstruksi realitas yang diciptakan
berdasarkan suatu ideology tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan iklan
memiliki suatu bentuk “kekuasaan” dalam sebuah komunitas masyarakat. Iklan
berperan besar dalam menentukan trend dan mode bahkan membentuk kesadaran serta
konstruksi berpikir manusia modern (Channey,1996).
Gb 3, Cuplikan
iklan Lifebouy
Iklan
dari kegiatan SCR ini juga banyak mengundang sisi negatif dari masyarakat, mereka menjadi persitiwa kontroversial manakala modus kapitalisasi
krisis kemanusiaan digunakan dan bercampur baur dengan motif pendidikan publik
serta kepentinga komersial. Yang pasti, ini adalah hak mutlak pembuat iklan
CSR. Kritik atas
pendekatan iklan ini biasanya berlatar ketidak-puasan atas praktek
"image-laundry" - yakni sebuah upaya membangun citra positif,
populist (pro-kemiskinan) serta kadar pendidikan publik tertentu dengan tujuan
komersial yang sah dan dapat dipaham. lklan bergaya CSR, dipandang hanya
mengeksploitasi kemiskinan maupun keburukan NTT untuk dijadikan komoditi bisnis.
Iklan Lifebuoy, dinilai melecehkan martabat NTT di mana dalam iklan tersebut
mengambil daerah botabe namun dalam taglinenya iklan tersebut menyebutkan NTT
bukan botabe sehingga memunculkan kontroversi dari masyarakat NTT yang merasa
tersinggung dari kata-kata tagline dalam iklan tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Meskipun
iklan ini disebut sebagai kampanye nasionalisme yang merupakan bentuk CSR (Corporate Social Responsibility) dari masing-masing perusahaan, iklan ini tidak sekadar memberi kontribusi
kepada masyarakat, melainkan juga menguntungkan perusahaan itu sendiri. Salah
satunya adalah citra positif sebagai perusahaan yang nasionalis. Sikap
nasionalis yang timbul dalam iklan malah menjadikan perusahaan tersebut lebih
terkenal di khalayak. Dengan eksistensi iklan televisi yang
semakin banyak, kualitas iklan televisi mengalami banyak sekali perkembangan
iklan yang makin kreatif. Tayangan iklan yang muncul dan bisa menjadi hiburan
menjadikan makin tersendiri. Salah satunya adalah tema nasionalisme. Perusahaan
dalam memasang iklan perlu mengetahui jenis acara yang paling sering ditonton
dan durasi iklan yang baik. Supaya biaya yang dikeluarkan lebih efisien dan
dapat menjangkau target pasar yang luas. Nasionalisme dalam media menjadi
sebuah bingkai iklan yang memberikan pemahaman berbeda-beda dalam setiap iklan
yang disajikan. Iklan dan nasionalisme diera globalisasi ini merupakan bentuk
baru yang dikembangkan kembali dalam ide ide kreatif demi kepentingan
perusahaan semata.
Apa lagi mayoritas masyarakat Indonesia
tergolong kedalan jenis penonton dominant
hegemonic yaitu penonton yang tidak mempunyai kesadaran bahwa ia sedang
dipengaruhi oleh media. Sehingga dari hal ini lah muncul sebuah pembangunan
baru tentang bagaimana mengkritisi informasi dari media karena tidak semua
media memberikan informasi yang positif kadang kala media memberikan dampak
negative bagi para penonton. Apabila itu dibiarkan maka yang terjadi hancurnya
moral dari generasi bangsa yang telah terhegemoni oleh media. Namun hal itu
bisa dihindari apabila khalayak pintar memilah-milah informasi dari media agar
terhindari dari hal-hal yang nantinya akan memberikan kerugian bagi para
penontonnya. Iklan dan nasionalisme juga sering kali dibingkai begitu kreatif
seolah menciptakan sebuah pemahaman baru bahwa arti dari nasionalisme ialah seperti yang diiklan dalam televisi.
Tidak jarang juga nasionalisme dalam iklan-iklan produk ditelevisi terdapat
kontra karena dianggap modus kapitalisi kirisis kemanusiaan digunakan dan bercampur
baur dengan motif pendidikan public serta kepentingan komersial.
DAFTAR PUSTAKA
Sastropoetra, Santoso. 1983. PROPAGANDA Salah Satu Bentuk Komunikasi Massa.
Bandung. Penerbit Alumni.
Mulyana,
Deddy. 1999. Nuansa-Nuansa Komunikasi.
Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Nurudin. 2001. Komunikasi
Propaganda. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Gita Sukmono, Filosa.
Junaedi, Fajar. 2014. Komunikasi
Multikultur. Yogyakarta. Buku Litera Yogyakarta.
Widjaja. 1998. Ilmu
Komunikasi. Jakarta. PT RINEKA CIPTA.
Saya setuju. Memang seharusnya iklan nasionalisme tidak hanya menekankan daerah bagian timur indonesia saja tapi juga mengeksplore seluruh indonesia
BalasHapus